Kita semua sadar bahwa bahasa tidak hanya penting untuk disiplin ilmu khusus seperti linguistik dan terjemahan, tetapi dalam semua bentuknya, merupakan inti dari pengalaman dan peradaban manusia.

Bahasa adalah bagian integral dan alami dari budaya dan kehidupan sosial kita sehingga mungkin ada baiknya berhenti sejenak, bukan untuk update status di mesia sosial, tetapi untuk mempertimbangkan apa bahasa sebenarnya, implikatur dan implikasinya, dan yang lebih penting untuk artikel ini, bagaimana itu terkait dengan proses pemikiran dan interpretasi kita tentang realitas.

Korelasi antara bahasa dan pemikiran telah menjadi fokus banyak peneliti pada abad yang lalu dan masih terbuka untuk dibahas hingga saat ini. Banyak memang yang menyebutkan bahwa perdebatan itu sebagai situasi bagaikan telur dan ayam. Kondisi menunjukkan ketidakmungkinan menentukan mana dari dua proses yang membentuk yang lain. Bagaimana bahasa dan pemikiran berhubungan? Apakah bahasa membentuk proses kognitif kita, apakah kita berbicara tentang pengaruh timbal balik? Apakah ada sistem bahasa universal, atau apakah bahasa sepenuhnya relatif?

Dari sudut pandang komunikatif, bahasa memiliki dualitas menghubungkan orang bersama-sama dan menciptakan penghalang ketika intercomprehension gagal.

Dualitas ini diilustrasikan dengan sempurna oleh bidang penerjemahan, yang tujuannya yakni untuk menghilangkan hambatan bahasa dan memungkinkan orang untuk berkomunikasi melintasi diri mereka sendiri meski masih menggunakan bahasa target non-universal.

Baca artikel khusus kami tentang itu.

Beberapa ahli bahasa seperti Sapir dan Whorf, yang memberikan nama mereka pada hipotesis Sapir-Whorf, menyatakan bahwa pemikiran tertentu dalam satu bahasa tidak dapat dipahami oleh individu lain yang berpikir dalam bahasa lain. Yang terakhir telah melangkah lebih jauh dengan mengatakan kenyataan itu relatif dan subyektif karena dibentuk oleh bahasa asli yang berbeda yang digunakan individu untuk berpikir. Contoh terkenal dan kontroversial yang digunakan untuk menggambarkan relativitas linguistik adalah kata-kata khusus dalam bahasa Inuit untuk merujuk pada berbagai jenis salju; Misalnya, “tlapripta” mengacu pada sejenis salju yang membakar kulit kepala dan kelopak mata Anda, “aqilokoq” mengacu pada “salju yang turun dengan lembut” dan “piegnartoq” untuk sejenis salju yang cocok untuk mengendarai kereta luncur.

Meskipun kata-kata yang berbeda ini tampaknya memberi kesan bahwa penutur Inuit dapat melihat dan menamai “tahapan” salju yang berbeda karena paparan dan pengalaman berulang mereka terhadapnya, hal ini dapat dibantah. Misalnya yang dilakukan Pullum dalam “Tipuan kosakata bahasa Eskimo yang hebat”, yang tidak menyiratkan bahwa gagasan yang sama diungkapkan secara berbeda dalam bahasa lain.

Kata-kata warna dasar yang berbeda yang bervariasi dari satu bahasa ke bahasa lain juga telah dipertimbangkan untuk menentukan apakah kata-kata tersebut mempengaruhi persepsi warna oleh masing-masing individu. Misalnya, jika bahasa Inggris membedakan hijau dan biru, bahasa lain, seperti Tarahumara hanya memiliki satu kata untuk kedua warna tersebut. Apakah ini berarti bahwa penutur bahasa Tarahumara tidak memahami perbedaan antara hijau dan biru? Tentu saja tidak, tetapi itu mungkin berarti bahwa persepsi mereka tentang warna tidak dibedakan oleh apa yang disebut “strategi penamaan”.

Beberapa eksperimen memang telah diarahkan untuk menentukan seberapa banyak kategori leksikal untuk warna mempengaruhi persepsi kita tentang mereka. Dan menyarankan bahwa, meskipun kita tidak dapat berasumsi bahwa semua pemikiran dibatasi oleh bahasa, bahasa dapat mempengaruhi pemikiran dan persepsi kita tentang realitas. Di sisi lain, banyak penelitian yang terus menunjukkan keberadaan sistem bahasa universal.

Masalah relativisme linguistik dan pengaruh bahasa pada persepsi kita tentang realitas adalah bidang yang luas dan mengarah pada pertanyaan tentang banyak konsep yang mungkin telah kita terima begitu saja. Representasi gender dalam bahasa dan pengaruhnya terhadap persepsi kita mungkin salah satunya. Banyak feminis telah beralih ke bahasa untuk mengecamnya sebagai akar dari ketidaksetaraan dan seksisme, dan merasakan potensi yang mengubah apa yang mereka anggap sebagai bahasa “buatan manusia”. Itu menunjukkan bahwa tahan terhadap perubahan dan tunduk pada norma dapat berdampak pada mentalitas, sejak meletakkan kategori dan label pada individu mempengaruhi cara kita memandang mereka.

Hal ini secara khusus menjelaskan perhatian yang telah dibawa di kalangan tersebut pada penggunaan kata-kata maskulin yang dianggap “netral gender” dalam bahasa seperti Inggris (misalnya, penggunaan kata “man” atau “mankind” untuk manusia), Italia, Spanyol atau Prancis (kata ganti jamak maskulin untuk merujuk pada sekelompok orang yang terdiri dari setidaknya satu pria), yang, menurut para feminis, hal itu adalah kejelasan yang nyata bahwa tidak nampaknya seorang wanita. Penggunaan kata “gender” yang semakin umum sebagai konstruksi sosial yang bertentangan dengan seks (yang mengacu pada perbedaan biologis) dan bukan sebagai kategori tata bahasa adalah bukti dari penggunaan bahasa alternatif untuk menarik perhatian lebih lanjut pada peran sosial. Dipaksakan kepada orang-orang melalui bahasa, dan menunjukkan bagaimana bahasa, budaya, dan pemikiran saling terkait.

Apa pendapat Anda tentang ini? Tulis dalam kolom komentar. Baca artikel menarik lainnya disini. Agar Anda dapat berbagi informasi dan menerima informasi sebanyak mungkin, hambatan bahasa dapat diselesaikan melalui penerjemahan. Dan tentu brainytranslation dapat membantu Anda untuk hal itu.

Salam baca Brainy!

Disadur dari : Translit.ie

WhatsApp Order, Hub Kami 081359358604 (24 Hour)